FaktaJombang.com – Sn (62) warga di Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, ketiban apes. Betapa tidak, meski sudah mengeluarkan uang puluhan juta rupiah kepada Jnr, agar sertipikat hak milik (SHM)-nya dipecah dan diatasnamakan pada tiga nama, tak kunjung jadi.
Bahkan, proses pengurusan SHM yang ‘ditiitpkan’ ke Jnr itu sampai cukup lama, yakni sejak Nopember 2020 lalu hingga saat ini.
Sn menceritakan asal mula kejadian yang menimpanya. Tanah miliknya seluas 1.440 meter persegi dipecah menjadi 3 bagian, karena dijual ke 2 orang yang masih saudaranya. Sn pun kemudian berniat agar sertipikat atas namanya itu, dipecah dan diatasnamakan ke masing-masing dua orang tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam perjalanan ini, Sn mengaku sempat tanya-tanya soal jasa pengurusan sertiipikat. “Nah, ketemu-lah saya dengan Jnr, orang yang disebut-sebut bisa mengurusi pecah sertipikat saya itu. Dari hasil ketemu itu, untuk pengurusannya butuh biaya Rp 3,5 per sertipikat,” kata Sn, Senin (21/2/2022), seraya meminta agar semua identitas dalam ceritanya ini, tidak ditampilkan ke khalayak.
Percaya banget dengan Jnr, Sn pun mengaku langsung membayar untuk pengurusan SHM-nya itu sejumlah Rp 4 juta, setelah tercapai sepakat soal biayanya. Sn juga mengaku, dalam setiap pemnayaran ke Jnr, dirinya tidak menyertakan kwitansi sebagai bukti pembayaran.
“Ya, saat itu saya percaya sama Jnr. Karena Jnr adalah teman kepala dusun saya. Dia juga seorang pegawai BPN di Jombang yang kebetulan suami seorang kepala desa (Kades) di wilayah Kecamatan Kesamben, Jombang,” tuturnya.
Tenggat beberapa hari, lanjutnya, Jnr meminta tambahan biaya sebesar Rp 5 juta. Tanpa pikir panjang, Sn pun menyanggupi dan membayarnya ke Jnr. Alhasil, sudah Rp 9 juta yang dibayarkan Sn ke Jnr. Sayangnya,
“Dari pengurusan 3 sertipikat itu yang masing-masing butuh biaya Rp 3,5 juta, total biayanya kan Rp 10,5 juta. Setelah saya bayarkan sampai Rp 9 juta, saya bilang ke Jnr jika sisanya, Rp 1,5 juta, saya tahan. Saya lunasi ketika 3 sertipikat itu sudah jadi,” katanya.
Selang beberapa bulan, sertipikat yang diharapkan Sn tak kunjung jadi. Nah, dalam proses pengurusan SHM yang cukup lama itu, Sn menceritakan, bahwa Jnr juga sempat meminta sejumlah uang ke orang yang membeli tanah Sn. Alasannya, sebagai pembayaran pajak jual beli.
“Jumlahnya Rp 8,5 juta dan Rp 4,5 juta. Katanya untuk pajak jual beli. Kalau ditotal, uang yang diterima Jnr sejumlah Rp 23, 5 juta,” rinci Sn.
Durasi pengurusan SHM yang cukup lama ini, Sn kemudian sambat ke seorang anggota TNI berinisial Sg. Harapannya, agar dirinya dibantu menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
Iba dengan kondisi yang dialami Sn, Sg pun menanyakan ke Jnr. Hasilnya, Jnr menjanjikan jika sertipikat itu akan segera jadi, dan meminta agar sisa biaya pengurusan SHM itu juga dilunasi.
“Akhirnya, sisa biaya yang Rp 1,5 juta itu saya titipkan ke Sg. Agar nantinya Sg yang membayarnya,” tutur Sn.
Tepat di hari seperti yang dijanjikan Jnr, Sg pun membayarkan uang titipan Sn ke Jnr. Sementara sertipikatnya, Sg meminta agar diantarkan ke kantornya. Ini dimaksudkan, karena jarak antara BPN dengan kantor Sg bertugas, tidak jauh. Jnr pun mengiyakan.
“Benar, saya yang menyarahkan uang sisa biaya pengurusan sertipikat Sn ke Jnr sebesar Rp 1,5 juta. Saat pembayaran itu, juga ada istri Jnr yang merupakan seorang kades. Bahkan, yang ngitung uangnya, ya bu kades,” tutur Sg, saat dikonfirmasi di kantornya, Senin (21/2/2022).
Meski sudah dilunasi, SHM itu tidak juga diantar Jnr ke kantor Sg. “Saat saya tanyakan lagi. Alasannya nggak jelas. Kok malah alasannya masih menentukan titik koodinat. Sebelumnya kan dia ngomong kalau sudah jadi dan tinggal ambil,” kata Sg.
Sg mengaku cukup geram dengan ulah Jnr Menurutnya, jika alasan masih menentukan titik koordinat, tentunya belum terjadi upaya pengurusan seperti keinginan Sn.
“Jnr itu kurang ajar, hanya janji-janji saja. Sampai kesal saya. Janji sertipikat diserahkan ke kantor saya setelah dilunasi, mbreset lagi, ” kata Sg.
Kesal dengan ulah Jnr, baik Sn maupun Sg meminta, agar seluruh biaya pengurusan pecah sertipikat dan balik nama sebesar Rp 23,5 juta itu dikembalikan. Tak hanya itu, mereka meminta agar Jnr juga mengembalikan SHM milik Sn.
“Ya saya minta dikembalikan semua. Ya uang untuk biaya pengurusan, ya SHM-nya. Akan kita urusi sendiri saja,” pungkas Sn yang diamini Sg.
Sementara Jnr, hingga saat ini belum bisa dikonfirmasi, karena Jnr tidak sedang berada di kantornya pada Senin (21/2/2022) menjelang sore.
Saat dikonfirmasi lewat istrinya yang seorang kades tersebut, pada Senin (21/2/2022) sore, ia mengatakan jika suaminya belum pulang kerja. Namun, istri Jnr ini tidak bisa menjelaskan panjang lebar, karena pihaknya sedang takziah ke salah satu warganya yang meninggal dunia. *)