FaktaJombang.com – Mediasi terkait aksi demonstrasi dengan tuntutan kenaikan UMK (Upah Minimum Kabupaten) yang berlangsung di ruang Paripurna Gedung DPRD Jombang, Rabu (24/11/2021) berakhir mengambang.
Tidak ada titik temu sampai waktu pembahasan tersebut berakhir. Mediasi ini melibatkan perwakilan buruh, DPRD, Pemkab, Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), Dinas Nakertrans, serta BPS (Badan Pusat Statistik) Jombang.
Masing-masing pihak bersikukuh dengan keputusan mereka masing-masing. Buruh tetap menginginkan ada kenaikan UMK sebesar 10 persen dari sebelumnya. Sementara pemerintah bersama DPKab (Dewan Pengupahan Kabupaten) serta Apindo menganggap UMK Jombang sudah berada di atas ambang upah yang ada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Wakil Ketua Apindo, Joko Herwanto mengatakan, keputusan tidak ada kenaikan UMK Jombang tersebut, merupakan hasil pleno yang digelar pada 9-11 November 2021 lalu.
Rapat yang melibatkan semua unsur terkait ini menilai, UMK Jombang sudah cukup layak. Bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain di sekitarnya.
“Bandingkan dengan kabupaten lain di sekitar. Kita dikepung daerah lain, bahwa UMK Jombang jauh di atas UMK kabupaten sekitar. Seperti Kota Mojokerto, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten dan Kota Kediri, UMK masih di bawah Jombang yang sudah Rp 2,654 juta,” bebernya usai mediasi.
Joko mengungkapkan, dampak buruk mungkin terjadi bila UMK Jombang tetap dipaksakan naik pada tahun 2022 mendatang. Selain tak sesuai ketentuan, tentu saja akan semakin memberatkan para pelaku usaha. Dampak buruknya, juga akan kembali kepada buruh itu sendiri.
“Mekanisme voting atas usulan buruh, berdasarkan PP Nomor 36 tahun 2021 UMK tetap tidak naik. Sebab, UMK Jombang sudah di atas ketentuan PP Nomor 36 tahun 2021. Semua telah mendatangani berita acara. Kalau ada aspirasi lain itu dinamika, menurut saya,” tuturnya.
“Merujuk pada aturan yang berlaku, dimungkinan UMK di Jombang tidak akan naik, karena sudah diatas batas atas. Kalau kita paksanakan naik, tidak sesuai ketentuan PP 36 itu sendiri. Yang kedua, pengusaha akan semakin berat. UMK Rp 2,264 juta sudah berat, kalau dipaksa akan semakin berat dampaknya nasib buruh di Jombang juga,” tandas Joko.
Terpisah, Ketua Sarbumusi Jombang, Lutfi Mulyono mengaku belum puas dengan hasil mediasi tersebut. Buruh akan terus berjuang sehingga UMK 2022 tersebut naik dari sebelumnya.
Lutfi juga meragukan transparansi DPKab yang selama ini tidak pernah melibatkan semua serikat buruh dalam menentukan usulan UMK, salah satunya Sarbumusi.
“Intinya belum (puas), makanya kita akan menentukan sikap berikutnya. Segala sesuatu sudah kita sampaikan. SPN, Sarbumusi tidak pernah dilibatkan selama bertahun-tahun. DPKab selama puluhan tahun hanya dikuasasi orang-orang itu saja. Padahal kami juga terdaftar di Pemerintah. Makanya di Jombang tidak ada supervisi, setiap tahun selalu terjadi konflik perpecahan soal UMK ini,” bebernya.
Seperti diketahui, untuk kesekian kalinya, ratusan buruh di Jombang, Jawa Timur menggelar aksi unjuk rasa menuntut kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) sebesar 10 persen. Mereka seakan tak bosan memperjuangkan haknya itu sampai tuntutan mereka terkabulkan.
Desakan para buruh yang dilakukan di depan Gedung DPRD Jombang itu, karena selama dua tahun terakhir UMK tersebut tidak naik akibat dampak dari wabah Covid-19. *)