JOMBANG, FaktaJombang.com – Adanya aktivitas pengelolaan limbah diduga bahan berbahaya dan beracun (B3) di dua desa di Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, diduga ilegal.
Praktik ini tidak hanya meresahkan, tapi juga dinilai berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat sekitar.
Dugaan aktivitas pengolahan limbah tanpa izin ini terpantau di Dusun Delik dan Dusun Pulosari, Desa Pojokrejo, serta di Dusun Cangkringmalang, Desa Carangrejo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan informasi yang dihumpun, limbah yang dikelola umumnya berupa plastik berlapis aluminium (grenjeng) yang dibakar untuk memisahkan aluminium dengan kapasitas cukup besar. Kemudian, dilakukan pengecoran dari hasil pisahan aluminium tersebut untuk dijadikan batangan aluminium.
Kepala Desa Pojokrejo, Nursan, mengaku belum melakukan tindakan terkait kegiatan pengelolaan limbah B3 yang terjadi di wilayahnya.
“Dari desa belum ada, monggo (silakan) kalau konfirmasi langsung mawon (saja) ke yang masak limbah,” jawabnya singkat melalui aplikasi WhatsApp belum lama ini.
Sementara di Dusun Cangkringmalang, Desa Carangrejo, aktivitas pembakaran limbah juga informasinya sudah berlangsung sejak lama.
Lokasinya bahkan berada di lahan pertanian. Hal ini yang membuat warga semakin khawatir dengan dampak yang dihasilkan terhadap tanah dan hasil pertaniannya.
“Milik warga Cangkingmalang, itu sudah lama kalau membakar grenjeng ada plastiknya malam hari,” ujar seorang warga setempat berinisial S.
Dia juga mengeluhkan asap dan bau menyengat yang dihasilkan dari proses ‘masak’ limbah berkapasitas cukup besar tersebut. Di mana plastik berlapis aluminium tersebut, dibakar untuk memisahkan antara aluminium dengan plastiknya.
Setelah aluminium terpisah dan terkumpul, kemudian dilakukan pengecoran untuk dijadikan batangan aluminium.
“Itulah yang dikeluhkan warga, apalagi dilakukan tanpa fasilitas pengolahan ramah lingkungan,” tandas S.
Senada apa yang dikatakan H, juga warga setempat. Ia mengatakan pengolahan plastik berlapis aluminium dijadikan aluminium batangan itu dinilai sangat berdampak pada lingkungan.
Menurutnya, praktik tersebut dinilainya menimbulkan polusi udara ketika pembakaran dan akan berdampak pada kualitas sumber air warga.
“Perlu ada tindakan bukan di dalam kampung, dampaknya nanti di air sumber warga, polusi waktu pembakaran,” ujarnya. Selasa (10/6/2025).
Sebagai bentuk upaya pengendalian pencemaran, pemerintah sebelumnya telah membangun dua Sentra Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Desa Bakalan dan Desa Kendalsari, Kecamatan Sumobito.
Sentra IKM tersebut ditujukan menjadi kawasan terpadu bagi pelaku industri pengecoran logam, termasuk pengelolaan limbahnya. Proyek tersebut menelan anggaran negara hingga puluhan miliar rupiah.
Namun sayangnya, meski fasilitas sudah tersedia, sejumlah pelaku usaha masih memilih menjalankan aktivitas pengelolaan limbah secara mandiri di luar kawasan resmi, yang tentu menimbulkan risiko tinggi terhadap kesehatan dan lingkungan.
Hingga saat ini, belum ada tindakan tegas dari instansi terkait. Warga berharap ada penanganan serius dari pihak berwenang untuk mengatasi persoalan limbah B3 yang meresahkan tersebut. (*)
Editor : Arief Anas