DIWEK | FaktaJombang.com – Dianggap tidak berpihak, petani tebu di wilayah PG Tjoekir sepakat tidak tebang dan tidak memasok tebunya ke pabrik gula setempat, hingga tuntutan petani tebu dikabulkan.
Tuntutan tersebut, yakni petani tebu mendapatkan SBH (sistem bagi hasil) minimal 5,5 kilogram gula per kwintal tebu tanpa ada pemberlakuan kuota pasokan tebu.
Kesepakatan ini tercapai, dalam musyawarah 8 asosiasi petani tebu wilyah kerja (Wilker) PG Tjoekir, di halaman kantor KPTR Arta Rosan Tijari, Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, pada Kamis (21/7/2022) siang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Delapan lembaga tersebut, di antaranya KSU Nira Sejahtera, KSU Tandur Laras Makmur, KPTR Arta Rosan Tijari, KSU Tunas Harapan Makmur, KUD Subur, KUD Anugerah, KSU Sumber Rejeki, dan KSU Sejahtera Bersama.
Ketua KSU Nira Sejahtera, H Imron Rosadi mengatakan, apa yang dituntut petani tebu di wilker PG Tjoekir, tidaklah muluk-muluk. Petani, kata dia, hanya menuntut kesejahteraan.
“Petani tidak muluk-muluk kok. Apa yang diomongkan pak Dirut itu kita tagih. Yaitu, harga tebu minimal sama dengan pok-pokan. Hanya itu,” ujar Imron Rosadi.
Dikatakannya, sejak awal musim giling dirinya kerapkali berkumpul dengan sejumlah asosiasi petani tebu. Dari setiap pertemuan itu, petani tidak setuju adanya kuota pasokan tebu di PG Tjoekir.
“Sejak awal mengadakan pertemuan, kita tidak mau ada skema kuota. Mampu memasok 2 rit dapat segini, memasok 5 rit dapat sekian, memasok 25 dapat sekian,” paparnya.
Tuntutan petani agar pemberlakuan kuota dihapus, lanjutnya, sudah kerapkali disampaikan ke pihak manajemen PG Tjoekir. “Setiap pertemuan kita tagih dan selalu tidak ada jawaban. Dari musim periode 1 sampai 4,” tandas Imron Rosadi.
Karena tuntutan itu tak kunjung ada jawaban, katanya, delapan asosiasi petani tebu ini pun bersepakat untuk libur tebang dan tidak memasok tebu ke PG Tjoekir.
“Untuk batasan waktu berhenti memasok tebu ke PG Tjoekir, ya sampai tuntutan kami dikabulkan,” pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan ketua KSU Tandur Laras Makmur, Andi Mulyo. Menurutnya, tuntutan petani cukup realistis. Mengingat, sejauh ini ada pemberlakuan pengiriman kuota tebu ke PG Tjoekir.
Pada musim giling periode 3 atau pada 1 sampai 10 Juli 2022, PG Tjoekir sudah memberikan bagi hasil 5,5 kilogram gula per kwintal tebu kepada petani. Hanya saja, dalam SBH ini, pihak PG Tjoekir masih memberlakukan kuota tebu yang masuk ke pabrik per harinya.
“Pemberlakukan kuota tersebut, setidaknya masih ada pembeda bagi petani yang hanya mampu memasok 1 rit tebu ke pabrik dengan petani yang mampu memasok lebih dari 2 rit tebu,” paparnya.
Dengan begitu, lanjut Andi, petani kepingin agar pihak manajemen PG Tjoekir menghapus pemberlakukan kuota tersebut. “Jika kuota tersebut ditiadakan, maka tidak ada pembeda bagi petani,” katanya.
Dirinya menyanggupi jika petani tebu yang tergabung dalam asosiasinya untuk merealisasikan kesepakatan ini, yaitu libur tebang dan tidak memasok tebunya ke PG Tjoekir hingga tuntutan petani tebu diluluskan.
“Kami menjamin petani pada asosiasi kami, melaksanakan kesepakatan ini. Libur tebang dan tidak mengirim tebu ke PG Tjoekir,” pungkasnya.
Demikian juga ketua KUD Subur, H Subchan, berpendapat sama. Agar petani mendapatkan minimal 5,5 kilogram per kwintal gula tanpa ada pemberlakuan kuota pasokan tebu.
Hal ini, menurutnya, demi tidak ada perlakukan yang berbeda terhadap petani. Dia menilai, petani tebu adalah sama-sama memiliki lahan, serta pemilik bahan baku yang siap dipasok ke pabrik.
“Kesepakatan ini sudah disetujui bersama dan kami akan berkomitmen melaksanakan kesepakatan itu, sampai tuntutan kami bersama ini disetujui pihak PG Tjoekir,” tegasnya memungkasi. *)