FaktaJombang.com – Harga telur di tingkat peternak wilayah Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mengalami kenaikan cukup signifikan, yakni sebesar Rp 2 ribu per kilogram. Kenaikan itu terjadi sejak 2 pekan terakhir.
Di tingkat peternak, saat ini harganya berkisar Rp 20.500 sampai Rp 21 ribu per kilogram.
Padahal sebelumnya, hanya sebesar antara Rp 18 ribu hingga Rp 19 ribu.
Meskipun harganya naik, kondisi ini sama sekali tidak mempengaruhi penghasilan peternak. Bahkan, mereka mengaku masih mengalami kerugian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu peternak ayam petelur, Eko Murdianto, asal Desa Mojotengah, Kecamatan Bareng, Jombang mengatakan, penyebab peternak masih merugi, lantaran kenaikan harga telur saat ini dibarengi dengan naiknya harga pakan pabrikan sekitar Rp 500 per kilogram.
“Faktor kenaikan mungkin dari permintaan menjelang Ramadan. Di sisi lain, yang dominan karena faktor pakan ada kenaikan tajam, tadinya Rp 6.500 per kilo sekarang Rp 7 ribu untuk pakan pabrikan. Ini otomatis, kalau pakan naik biaya produksi naik, HPP juga naik, itu yang perlu digaris bawahi. Kalau tidak dinaikkan, peternak bisa merugi seperti 2 bulan lalu,” ujar Eko, Senin (28/3/2022).
Idealnya, lanjut Eko, agar peternak untung, dengan harga pakan Rp 7 ribu per kilogram, maka harga telur di tingkat peternak paling rendah Rp 22 ribu per kilogram. Jika di bawahnya, maka peternak berpotensi merugi.
Dia merinci, kebutuhan pakan untuk sekitar seribu ekor ayam mencapai Rp 120 kilogram per hari. Dari jumlah itu, akan menghasilkan 50 kilogram telur setiap hari.
“Untuk biaya produksi harga pakan Rp 6.500 kemarin, HPP-nya 20.500 sampai 20.700. Sekarang naik jadi Rp 7 ribu per kilogram, maka normalnya harga telur ini harus Rp 22 ribu. Di bawah itu, berat. Apalagi kondisi sekarang,” tandasnya.
Eko tidak mengetahui pasti apa penyebab naiknya harga pakan ayam tersebut. Hanya saja, menurut sejumlah sumber yang dia terima, mahalnya harga pakan ini merupakan dampak dari invasi Rusia ke Ukraina yang menyebabkan sebagian sektor ekonomi dan transportasi baik laut maupun udara dunia terdampak hebat.
Pria yang sudah menggeluti usaha ternak ayam petelur selama 13 tahun ini juga mengaku tidak memiliki pilihan lain untuk menyiasati mahalnya harga pakan.
Alternatif dengan cara mencampur pakan konsentrat dengam bahan baku lainya pun sangat sulit didapatkan. Bahkan, malah semakin mahal.
“Alternatif pakan saya pernah diajarkan campur sendiri. Tapi kendala bahan baku, seperti tepung tulang ayam, bungkil kedelai, semua impor juga, malah lebih mahal,” bebernya.
“Jagung juga seminggu ini juga hilang dari peredaran. Awalnya harganya Rp 4.700 sampai Rp 5 ribu, sekarang bakul minta Rp 5.600 per kilogram, jadi sama saja mahal,” pungkasnya.