PLOSO | FaktaJombang.com – Pondok pesantren (Ponpes) Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur menyatakan belum menerima surat resmi dari Kemeterian Agama (Kemenag) terkait pencabutan izin operasional pesantren tersebut.
Hal ini diungkapkan Joko Herwanto, ketua DPP Organisasi Shiddiqiyyah (ORSHID) dan Nurhadi, kepala sekolah Bustanul Ula atau setara Madrasah Ibtidaiyah.
Joko Herwanto menandaskan, sepanjang belum menerima surat resmi dari Kemenag soal pencabutan izin tersebut, kegiatan-kegiatan di pesantren Shiddiqiyyah tetap berjalan normal dan sebagaimana mestinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kegiatan di pesantren Shiddiqiyyah masih berjalan normal sebagaimana mestinya. Ini tadi kita salat Idul Adha bersama dan dilanjutkan penyembelihan hewan kurban,” kata Joko, Minggu (10/7/2022).
“Kita tunggu saja kebijakan dari Gus Yaqut (Menag) terhadap nasib pesantren Shiddiqiyyah. Sepanjang surat resmi belum kami terima, maka kegiatan belajar mengajar berjalan sebagaimana mestinya dan tidak terganggu terhadap polemik atau pun dari pemberitaan yang selama ini ada,” ulasnya.
Sementara Nurhadi mengaku tahu adanya kebijakan Kemenag terkait pencabutan izin operasional pesantren Shiddiqiyah yang berkaitan dengan penyelenggaran pendidikan dalam pesantren, dari sejumlah berita yang beredar.
“Kami baru mendengar secara lisan dan dari media terkait kebiajakan Kemenag itu. Untuk sementara ini, kita masih menunggu kepastian itu,” ujar Kepsek Bustanul Ula ini, Minggu (10/7/2022).
Selain itu, Nurhadi juga mengaku, telah didatangi salah satu bagian dari Kemenag Jombang untuk memberitahukan hal tersebut. “Tapi, belum menyampaikan surat keputusan resminya,” lanjutnya.
Kondisi tersebut, pihaknya menyatakan aktivitas penyelenggraan pendidikan di naungan pesantren Shiddiqiyyah, sejauh ini masih berjalan normal. Nurhadi juga terus berkomunikasi dengan dewan guru agar tetap tenang.
“Ya, kami terus berkomunikasi dengan dewan guru lewat WhatsApp dan telepon, agar tetap tenang, selama kita belum menerima surat resmi dari Kemenag,” katanya.
Disinggung soal kabar adanya kabar eksodus atau penarikan santri oleh orang tuanya secara besar-besaran, Nurhadi menjawab, belum mengetahui secara jelas terkait hal tersebut. Namun sejauh ini, lanjutnya, normal-normal saja.
“Ada juga beberapa wali murid yang tanya, dan tidak ada masalah. Normal-normal saja,” jawabnya.
Dikatakannya, beberapa santri pulang ke rumah masing-masing karena liburan Idul Adha. Itupun santri yang berasal dari Jombang dan beberapa daerah tetangga, seperti Mojokerto, Kediri.
Dia menambahkan, total santri pesantren Shiddiqiyyah sekitar 1.300 lebih. Dari jumlah itu, 30 persen di antaranya berasal dari Jombang. Selebihnya, atau 70 persennya, berasal dari luar daerah hingga luar pulau.
“Kebetulan liburan hari raya Idul Adha, beberapa santri yang dekat, pulang. Kalau santri yang asalnya jauh, masih berada di asrama,” sambungnya.
Soal hubungan dengan Kemenag Jombang, Nurhadi menjawab tidak ada masalah. Secara periodik, katanya, Kemenag Jombang selalu intens melakukan pembinaan dan pengawasan.
“Seperti pendampingan akan ada ujian keseteraan, waktu pelaksaan, dan lainnya. Dalam setahun, ada 6 kali,” pungkasnya. *)
Tonton videonya: