FaktaJombang.com – Persebaya, klub sepak bola asal Kota Surabaya ini memang memiliki suporter fanatik. Sebutan bagi pecinta klub ini adalah Bonek untuk kaum lelaki, sementara wanita disebut Bonita.
Suporter fanatik klub ini, tak hanya di Surabaya saja. Bonek dan Bonita, juga banyak di sejumlah daerah di Jawa Timur. Salah satunya, Kabupaten Jombang. Daerah yang berjarak sekitar 392 kilometer dari Kota Pahlawan itu.
Salah satu bonek yang tinggal di Kota Santri ini, yakni Deni Saputra (19) warga Desa Sentul, Kecamatan Tembelang, Jombang. Hanya saja, dia tidak bisa ikut mensuport pemain Persebaya saat berlaga di lapangan hijau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pasalnya, Deni Saputra mengalami sakit otot lemah hingga badannya mengecil sejak 2013 silam. Praktis, dirinya hanya bisa berbaring di kasur kamarnya. Setiap keperluannya saban hari, sang ibu-lah yang memenuhinya.
“Saya mengenal Persebaya sejak 2019, dan langsung menyukainya, Mainnya bagus,” kata Deni, yang saat itu memakai kaos ‘Bajul Ijo’, Minggu (6/3/2022) malam.
Ia memakai kaos yang terdapat logo Bonek ‘Wong Mangap’, lantaran saat itu Persebaya Surabaya sedang berlaga melawan Persita Tangerang, di putaran Liga 1. “Saya memang nggak bisa langsung datang ke lapangan, karena sakit,” katanya.
Meski terbilang baru, kecintaannya kepada Persebaya tak bisa diragukan. Dia ngefan dengan Persebaya, karena permainannya apik saat berlaga, penuh kejutan dan kekompakan. Selain itu, solidaritas Bonek dan Bonita begitu terasa, baik ke sesama suporter Persebaya maupun klub lain, juga kepada masyarakat.
Deni juga punya pemain Persebaya favorit, yaitu Taisei Marukawa dan Ricky R Kambuaya. Menurutnya, Ricky Kambuaya adalah pemain hebat yang lincah saat membela Persebaya di lapangan hijau.
“Senang sama Ricky Kambuaya. Karena kalau tanding itu, mainnya enak. Sampai saat ini saya ingin bertemu dengan Ricky Kambuaya,” paparnya.
Bahkan, Deni Saputra kepingin berjumpa dengan pemain kelahiran Sorong 5 Mei 1996 itu. Ia juga ingin berbagi cerita dan foto bersama Kambuaya, dan mendapatkan tandatangan pemain nomor punggung 17 di klub Persebaya ini.
“Iya pingin ketemu, ngobrol, minta tanda tangan terus foto bersama dengan Ricky Kambuaya. Karena sering juga saya nonton Persebaya di televisi kalau ada pertandingan,” katanya.
Sejauh ini, Deni Saputra hanya bisa mendoakan pemain dan oficial Persebaya, terutama ke Kambuaya, agar terus diberikan kesehatan dan kelancaran selama Liga 1 bergulir.
“Pesan saya tetap sportif dalam pertandingan, tetap semangat, dan semoga menang juga,” pungkas Deni.
Sakit Otot Lemah Sejak MI Kelas 1
Sementara soal sakit lemah otot yang diderita Deni, bermula saat dirinya terjatuh. Ibu Deni, yakni Parti (46) mengatakan, buah hatinya menderita sakit tersebut pada 2013 silam, sejak Deni masih duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah (MI) kelas 1 atau sekitar usia 7 tahun.
“Kejadiannya saat Deni masih MI kelas 1. Awalnya itu lari-lari ngejar temannya, lalu Deni jatuh. Dan katanya, merasa sakit gitu lututnya,” cerita Parti.
Rentan beberapa waktu, sakit yang dirasakan Deni cukup lama, Parti pun melarikan Deni ke Rumah Sakit di Jombang untuk mendapat perawatan medis. Namun, pihak rumah sakit tersebut merujuk Deni agar dirawat di RS Dr Soetomo Surabaya.
“Waktu saya bawa ke rumah sakit di Jombang, dari sana disuruh langsung bawa ke rumah sakit Dr Soetomo Surabaya saja. Karena waktu itu terkendala uangnya, maka saya memilih untuk rawat jalan di rumah saja,” terangnya.
Biaya pengobatan rawat jalan, rupanya tak berlangsung mulus, lantaran kehidupan Parti yang tergolong pas-pasan, tanpa suami karena meninggal dunia. Di rumah itu, Parti hanya tinggal bersama bapaknya atau kakeknya Deni.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan pengobatan sang anak, Parti rela bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT).
“Ya Deni dirawat obat jalan gitu, terapi sudah, obat vitamin, susu tulang dan lainnya sudah saya lakukan dengan membagi waktu kerjaan saya. Kerja saya sebagai pembantu rumah tangga. Itu saja untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” tuturnya.
Kemudian, saat Deni Saputra duduk di bangku kelas 3, Deni kemudian berhenti sekolah. Karena Deni sudah tidak bisa sekolah lagi, lantaran kondisinya yang tak memungkinkan.
Sejauh ini, Parti mengaku mendapat bantuan dari Pemerintah Desa (Pemdes) setempat. Selain itu, dia mendapatkan bantuan dari beberapa komunitas yang peduli dengan kondisi Deni Saputra.
“Alhamdulillah sudah ada yang bantu, dari desa juga ada tiap bulannya berupa sembako. Kalau uang tunai itu tiap 3 bulan sekali dari bantuan PKH. Sangat bersyukur karena memang kalau cuma dari pekerjaan saya ini, nggak bakal cukup. Tiap minggunya dapat gaji Rp 100 ribu,” katanya.
Di tengah kondisi serba kekurangan, Parti tetap berharap anaknya bisa sembuh seperti semula. Bisa bergaul dengan teman sebayanya. Sejak sakit, katanya, Deni tidak bisa kemana-mana.
“Kalau setiap hari, Deni hanya tidur terlentang lihat televisi dan main handphone, gitu saja. Tidak bisa duduk karena sudah terasa sakit, katanya. Yang saya harap, ya bantuan gitu kalau ada. Untuk memenuhi kebutuhan dan pengobatannya agar bisa kembali sehat dan pulih,” pungkasnya. *)
Tonton videonya: