Pengacara MSA Putra Kiai Jombang Sebut Praperadilan Adalah Hak, Bukan Perlawanan

pengacara MSA putra kiai di jombang
Deny Hariyatna, kuasa hukum MSA saat diwawancarai sejumlah wartawan di PN Jombang, Kamis (20/1/2022).

FaktaJombang.com – Gugatan praperadilan yang dilayangkan Moch Subchi Azal Tsani (MSA), putra kiai Ponpes Shiddiqiyyah di Pengadilan Negeri (PN) Jombang, terkait sah tidaknya penetapan Tersangka pada dirinya dalam kasus dugaan pelecehan seksual, merupakan hak yang dilindungi konsititusi.

Praperadilan ini, bukan merupakan upaya MSA untuk melakukan perlawanan setelah ditetapkan tersangka oleh Polres Jombang pada berdasarkan Surat Ketetapan Tersangka nomor: S.TAP/183-A/XI/RES.1.24/2019/Satreskrim tanggal 12 November 2019.

Ini disampaikan Deny Hariyatna, kuasa hukum MSA usai sidang perdana dengan agenda pembacaan materi gugatan nomor register 1/pid.pra/2022/PN Jbg pada Kamis 20 Januari 2022.

“Proses praperadilan ini merupakan hak klien kami. Jadi bukan perlawanan atau juga bukan tindakan tidak kooperatif. Ini adalah hak tersangka untuk mengajukan praperadilan. Hak adalah hak dilindungi oleh konstitusi kita,” paparnya.

Deny Hariyatna memberikan alasan hingga gugatan praperadilan tersebut dilayangkan. Menurutnya, pemohon atau MSA tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka. Sejauh ini, lanjut Deny, proses pemeriksaan hanya dilakukan pada pihak pelapor.

“Bagaimana suatu proses peradilan tindak pidana dilakukan dari awal sudah tidak objektif. Hanya mendengarkan pihak dari sebelah saja. Tidak kedua belah pihak,” tuturnya.

Pihaknya menyampaikan, bahwa penyidikan perkara ini berlagsung sangat lama, yakni sejak tahun 2019 hingga saat ini. Sebab itu, Deny menilai perkara ini tidak bisa disamakan dengan yang lain. Alasannya, karena persoalan ini dinilainya bermasalah sejak penetapan tersangka.

“Coba bandingkan dengan kasus-kasus yang semacam ini yang sudah ditangani polisi. Silakan dibandingkan. Ini perkara tidak bisa digebyah uyah disamakan dengan yang lain,” tutur Deny.

Alasan kedua dilakukannya praperadilan ini, pihaknya menyebut jika MSA tidak pernah diperiksa di tingkat penyelidikan. Dalam durasi sejak dilaporkan tahun 2019 hingga saat ini, Deny Hariyatna menyebutkan, jika polisi tidak pernah melakukan kroscek antara kedua pihak atau antara pelapor dan terlapor.

“Harusnya dilakukan cekkros. Tidak informasi sepihak saja, begitu,” ujarnya.

Alasan ketiga, kata dia, kliennya mengajukan gugatan praperadilan tersebut karena penanganan perkara ini dinilainya lamban. Bahkan, petunjuk jaksa yang tidak bisa dipenuhi atau P19 sebanyak 3 kali serta adanya perubahan Sprindik tanpa pemberitahuan kepada kliennya.

“Kami memperkirakan ini adanya kurang bukti. Meskipun sudah P21, tapi berat nantinya buat Jaksa mengajukan perkara ini jika merujuk kepada proses yang sedang berlangsung, dan diproses oleh Ditreskrimum Polda Jatim,” pungkasnya. *)

Baca Sebelumnya: Sidang Perdana Praperadilan di PN Jombang, Kuasa Hukum MSA Nilai Status Tersangka Cacat Hukum

Tonton videonya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *