FaktaJombang.com – Aliansi Masyarakat Jombang (AMJ) melayangkan surat permintaan hearing ke DPRD setempat, Kamis (4/3/2021). Bukan tanpa sebab, LSM ini menilai telah terjadi implikasi dari pemahaman sejumlah OPD (organisasi perangkat daerah) terhadap Peraturan Bupati (Perbup) dan Peraturan Daerah (Perda) Jombang tentang pendirian toko modern atau minimarket.
Ketua AMJ, Waras Zainudin mengatakan, niatan mengajukan hearing ke DPRD Jombang, dilandasi adanya dampak kerugian dari pelaku usaha yang akan mendirikan toko modern atau minimarket di Jombang, akibat penerapan dari Perbup dan Perda Jombang.
Di antaranya, sebutnya, Perbup 59/2020 tentang moratorium izin usaha toko modern di Jombang, yang ditetapkan pada 10 Septermber 2020. Kemudian, Perbup 71/2020 tentang perubahan Perbup 59/2020, serta Perda Jombang 14/2020 tentang perubahan kedua atas Perda 16/2012 tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern yang ditetapkan 11 Desember 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kerugian itu berupa penangguhan dan penolakan perizinan toko modern yang izinnya sudah diurus sebelum Perbup itu ditetapkan,” ujar Waras Zainudin, Kamis (4/3/2021).
Dia mengaku mengantongi data, jika Dinas PUPR Jombang sempat menahan 6 pengurusan KRK yang diajukan Alfamart mulai 6 September 2020, dan KRK tersebut kemudian diberikan pada Februari 2021.
Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang menolak Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) yang diajukan.
“Ada lagi, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jombang yang menolak permohonan izin operasional dan IMB. Padahal si pelaku usaha itu sudah mengantongi rekom IMB dari Dinas PUPR,” beber Waras.
Sedangkan dalam Perbup 59/2020, disebutkan Keterangan Rencana Kabupaten (KRK) untuk toko modern yang masuk sesudah tanggal diundangkannya Perbup ini, ditangguhkan.
Kemudian di Pasal 4 Perbup 59/2020 menyebut, pada saat Perbup ini mulai berlaku, maka bagi pelaku usaha yang telah mengajukan izin berkaitan dengan toko modern sebelum berlakunya Perbup ini, maka tetap dilanjutkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Dari aturan itu jelas, sejumlah pelaku usaha ini mengurus izin sebelum ditetapkannya Perbup 59/2020 tersebut. Tapi kenyataannya, KRK yang harusnya menjadi hak pelaku usaha itu malah ditahan, dan diberikan Februari 2021. Sehingga izinnya semuanya nggak bisa jadi. Di sinilah letak kerugian yang timbul,” paparnya.
Kendati begitu, Waras memahami, keberadaan toko modern sangat mampu memberi dampak buruk bagi toko atau usaha kecil. Hanya saja, ia menilai adanya kerugian yang timbul akibat penerapan OPD terhadap peraturan tersebut.
“Ini soal adanya kerugian yang ditimbulkan. Makanya kita meminta DPRD Jombang untuk digelar hearing dengan memanggil Dinas PUPR, DLH, DPMPTSP dan Dinas Perindag Jombang untuk membahas hal tersebut,” pungkasnya. (nas/fj)