Petani Hentikan Pasok Tebu ke PG Tjoekir Jombang, DPD APTRI PTPN X: ‘Pemberlakuan Kuota Harus Dicabut’

emplasemen PG Tjoekir Jombang
Emplasemen PG Tjoekir, jalan jurusan Cukir - Mojowarno, Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.

DIWEK | FaktaJombang.com – Aksi petani menghentikan pasokan tebu ke PG Tjoekir, Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, mendapat perhatian serius DPD Asosiasi Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) PTPN X Surabaya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) APTRI PTPN X, Sudirman SH, mendukung penuh tuntutan petani tebu di wilayah kerja (Wilker) PG Tjoekir, yakni petani tebu mendapatkan SBH (sistem bagi hasil) minimal 5,5 kilogram gula per kwintal tebu tanpa ada pemberlakuan kuota pasokan tebu.

“Kami sangat mendukung terhadap aksi atau permintaan atau permohonan dari teman-teman petani di wilayah PG Tjoekir,” katanya saat dihubungi lewat nomor selularnya, Sabtu (23/7/2022).

Menurutnya, permintaan petani wilker PG Tjoekir terkait penyetaraan pendapatan dari hasil pasokan tebunya, merupakan hal wajar. Dan PG Tjoekir harus mengabulkan tuntutan tersebut.

“Tuntutan itu masih wajar, karena betapa mahalnya biaya sewa lahan beserta pengerjaannya. Kemudian, pupuk sulit dan langka. Juga tenaga tebang angkut dan muat sulit didapatkan. Andaikan ada, ongkosnya sungguh tidak sedikit,” papar Sudirman.

Sudirman menandaskan, agar pihak manajemen PG Tjoekir segera meninjau ulang kebijakan kuota pasokan tebu. Ia berpendapat, kebijakan tersebut akan menyingkirkan atau membunuh petani kecil.

“Kalau bisa, kebijakan itu dicabut saja, sehingga petani kecil tidak termarginalkan. Dengan begitu, petani ini akan tetap bergairah menanam tebu secara maksimal,” sambung Sudirman.

Dikatakannya, dampak lain jika pihak manajemen PG Tjoekir tidak mengabulkan tuntutan tersebut, dikhawatirkan, petani setempat akan beralih memasok tebunya ke pabrik gula lain.

Jika hal itu terjadi, lanjutnya, bisa dipastikan, baik PG setempat maupun petani di wilayah yang bermitra dengan PG tersebut, akan mengalami kerugian cukup signifikan.

“Kalau petani beralih, tentu PG setempat akan mengalami kerugian. Petani di wilker PG Tjoekir juga akan merugi karena jarak tempuh pengiriman. Apalagi kalau tebu itu dikirim ke PG swasta, tentunya kerugian itu juga dialami PTPN X. Mengingat, petani merupakan binaan PG yang berada di dalam naungan PTPN X,” jelasnya.

Belum lagi, lanjutnya, terkait tebu berkredit. Dimana pembiayaan budidaya tebu itu bersumber dari program kredit yang didapat petani.

“Yang pasti, dampaknya akan kompleks. Bisa dibayangkan kalau petani merugi, kemungkinan kredit macet, tentu terbuka lebar,” ujar Sudirman.

Kekhawatiran lain jika tuntutan petani tersebut tidak diluluskan, katanya, petani akan pindah haluan ke komoditas lain alias tidak menanam tebu lagi.

“Tidak ada jalan lain, pihak manajemen PG setempat harus mengabulkan tuntutan tersebut, karena dampaknya cukup serius. Sekali lagi, kami tegaskan agar pembelakuan kuota pasokan tebu, dicabut saja,” tandas Sudirman memungkasi.

Sebelumnya diberitakan, petani tebu yang tergabung pada 8 asosiasi petani tebu, sepakat libur tebang dan menghentikan pasokan tebu ke PG Tjoekir, sampai tuntutan petani diluluskan pihak manajemen pabrik gula setempat.

Tuntutan tersebut, yakni petani tebu mendapatkan SBH (sistem bagi hasil) minimal 5,5 kilogram gula per kwintal tebu tanpa ada pemberlakuan kuota pasokan tebu.

Kesepakatan ini tercapai, dalam musyawarah 8 asosiasi petani tebu wilyah kerja (Wilker) PG Tjoekir, di halaman kantor KPTR Arta Rosan Tijari, Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, pada Kamis (21/7/2022) siang. *)

Baca sebelumnya: Dinilai Tak Berpihak, Petani Sepakat Hentikan Pasok Tebu ke PG Tjoekir Jombang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *