FaktaJombang.com – Guyuran hujan deras, tak menyurutkan ratusan warga Dusun Kweden, Desa Sidowarek, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, beranjak dari pelataran makam dusun setempat. Mereka tetap melantunkan surat Yasin dan Tahlil, meski seraya berdiri di bawah terop, Sabtu (10/4/2021) sore.
Bahkan, ada sejumlah warga yang rela basah kuyup karena tak beranjak dari duduk bersilanya yang beratap langit. Ada pula warga mengalihfungsi terpal yang awalnya untuk alas duduknya menjadi tempat berlindung dari guyuran hujan.
Tahlil kubro warga dusun setempat, sore itu, merupakan rangkaian kegiatan pamungkas menjelang datangnya bulan puasa Ramadan. Mulai pagi, sebagian warga menggelar Khotmil Quran di lokasi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kegiatan ini untuk mendoakan orang-orang yang telah mendahului kita. Ini rutin digelar setiap tahun. Mulai pagi hingga sore hari,” kata Fatchur Rohman, Kepala Desa (Kades) Sidowarek.
Hanya saja, lanjut Gus Fat –sapaan akrabnya, tahun kemarin kegiatan seperti ini tidak dilaksanakan. Mengingat, pemerintah melarang adanya kegiatan karena pandemi Covid-19. “Alhamdulillah, tahun ini bisa digelar kembali, meski saat berlangsung diguyur hujan deras,” sambungnya.
Selain khotmil Quran dan Tahlil Kubro, warga dusun setempat juga menggelar kegiatan tumpengan yang dipersembahkan setiap RW (rukun warga). Selain tumpeng nasi, juga terdapat 3 tumpeng kue apem. Dua diantaranya berbentuk tumpeng raksasa, dan satunya didisplay bermodel papan pengumuman.
Begitu pembacaan tahlil dan doa rampung, muda-mudi warga setempat langsung merangsek ke dua tumpeng raksasa tersebut. Mereka berebut untuk mendapatkan kue apem. Meski meriah, berebut tumpeng apem ini tergolong menurun, dibanding tahun-tahun sebelumnya. Selain karena diguyur hujan, juga masih dalam situasi pandemi Covid-19 meski tak separah tahun lalu.
Sedangkan warga lain, mulai membagi tumpeng nasi untuk dibawa pulang. “Kalau tidak hujan, nasi tumpeng ini pasti dimakan di sini. Kali ini, dibungkus saja, karena kondisi alas duduknya basah,” kata Gus Fat.
Pria yang juga Ketua Papdesi (Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) Kaupaten Jombang ini juga mengatakan, kegiatan tahunan jelang Ramadan ini untuk berdoa bersama, bagi yang sudah meninggal maupun yang masih hidup.
Selain itu, kegiatan ini sebagai ajang guyup warga Desa Sidowarek. Terutama warga Dusun Kweden Timur, Barat, Utara, Maron, Gerdulaut. “Yang pasti, kegiatan ini untuk memupuk dan mempererat persaudaraan antar warga desa Sidowarek,” pungkas Gus Fat.
Sementara itu, Sumaryono (57) tokoh agama setempat membenarkan, kegiatan ini digelar pada akhir bulan Syaban atau jelang datangnya Ramadan. Selain untuk mendoakan para penduhulu agar mendapat ampunan, lanjutnya, acara ini juga sebagai upaya menggalang persatuan warga.
“Hanya satu tujuan kita, kerukunan warga,” tandasnya.
Dikatakannya, selain khotmil Quran, tahlil dan doa bersama, biasanya diisi dengan mauidloh hasanah atau siraman rohani dalam rangka bekal pengetahuan dan meningkatkan keimanan pada bulan Ramadan nanti.
“Tapi kondisinya kali ini hujan deras, akhirnya dipersingkat. Yang penting, warga berdoa dan mendoakan pendahulunya agar mendapat ampunan dari Allah SWT,” ujar Sumaryono.
Disinggung soal tumpeng apem, pihaknya menandaskan hanya sebuah tradisi dan kreasi pemuda-pemudi setempat. Menurutnya, kreasi itu sekedar untuk menambah semangat dan bahagia kaula muda.
“Tidak ada yang lain. Nggak ada, ini barokah, nggak ada. Karena semua makanan, barokah,” tandasnya.
Dulunya, lanjut Sumaryono, kue apem itu memang sebagai sedekah dari orang masih hidup yang pahalanya ditujukan kepada orang yang sudah meninggal.
“Kata apem itu berasal dari bahasa Arab ‘Afwah’ dijawakan apem, artinya maaf,” urainya memungkasi.
Pantauan di lokasi, sebelum memasuki area pelataran makam Dusun Kweden, warga diharuskan mecuci tangan dengan sabun yang telah disediakan. Warga juga diminta tetap disiplin protokol kesehatan (Prokes) Covid-19 dengan memakai masker. *)